Kegiatan Ospek di Perguruan Tinggi kembali menjadi sorotan panggung media Tanah Air. Meskipun namanya saat ini bukan lagi Ospek tapi Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasisa Baru (PKKMB), namun dalam artikel ini penulis menuliskannya dengan kata Ospek saja. Sebab satu mufrodat itu lebih familiar di telinga dan mata penulis dibanding istilah yang satunya.
Media sosial dihebohkan dengan cuplikan video Ospek mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi di Jawa Timur. Pasalnya dalam video itu diperlihatkan bagaimana ada mahaiswa baru yang sedang di-Ospek mendapat perlakuan keras dari panitia. Sontak saat video itu berselancar dan membumbung di dunia maya menuai reaksi yang sangat keras dari netizen. Tentu bukan hanya satu atau dua orang jari netizen yang mengadili video tersebut dengan ragam komentarnya. Namun yang sudah sama-sama kita mafhum adalah bahwa pengadilan sosial lebih kejam daripada pengadilan di meja hijau.
Orientasi Kehidupan bukan Orientasi Kekerasan
Sejatinya kegiatan Ospek dan yang semacamnya adalah momen di mana para mahasiswa baru dikenalkan dengan kehidupan-kehidupan yang ada di dalam kampus mereka. Mulai dari beberapa tempat layanan, fasilitas sampai aktifitas akademiknya. Tentu sebagai mahasiswa baru momen ini adalah momen yang begitu so sweet karena mereka telah tiba dan mengecap udara kampus yang mereka idam-idamkan. Saya kira mereka bukan ujug-ujug sampai di kampus pilihannya, melainkan melewati serangkaian ujian yang harus dilalui pada tahap-tahap sebelumnya.
Mencoba memasuki alam pikiran para panitia Ospek, dalam tataran idealitanya mereka menghendaki para mahasiswa baru itu memiliki mental yang kuat saat mulai menjalani kehidupan di kampus. Dalam tataran idealitanya bisa jadi para panitia yang sudah otomatis menjadi Kakak Tingkat itu menghendaki sikap respect dari para Adik Tingkatnya. Atau bisa jadi ada juga panitia yang menghendaki para mahasiswa baru itu memiliki pikiran kritis dengan ikut bergabung organisasi ekstra kampus yang tertentu. Apapun motif yang tampak mulia itu tidak jarang diartikulasikan dengan serangkaian kegiatan yang justru kontraproduktif.
Kegiatan – Kegiatan yang Tidak Ramah Zaman
Beberapa kegiatan yang kontraproduktif itu tampak dalam beberapa wajah kegiatan Ospek yang di setiap kampus bisa saja berbeda, namun memiliki benang merah yang tidak jauh beda biasan warnanya. Untuk menumbuhkan mental yang kuat ditempuh dengan kegiatan bernuansa kekerasan atau kata-kata kasar yang dibentak-bentakkan. Untuk menumbuhkan rasa respect dari Adik Tingkat ditempuh dengan menanamkan rasa takut pada mereka. Pikiran kritis ditumbuhkan dengan demonstrasi-demosntrasi kosmetik tanpa ruh esensi di dalamnya.
Beberapa bid’ah lain dalam kegiatan ini – terlebih di kampus yang sempat penulis berkuliah di sana – adalah promosi kegiatan ekstra kampus tertentu dengan mengkorupsi berita dan kesempatan ekstra kampus yang lain. Melakukan “propaganda” bahwa dengan mengikuti ekstra kampus mayoritas akan mudah menduduki jabatan-jabatan student goverment kampus serta mengeluarkan beberapa berita negatif tentang ekstra kampus yang lain.
Terlebih yang banyak dikeluhkan oleh kebanyakan mahasiswa baru saat itu adalah rangkaian kegiatan Ospek yang arogan sampai menabrak waktu yang seharusnya mahasiswa “bersama Tuhan”. Bila maksudnya adalah agar mahasiswa bisa berpikir kritis atau lepas dari doktrin dan punya sikap melawan maka seharusnya tidak begitu caranya. Justru dari arogansi (untuk tidak menyebut kebodohan) semacam inilah yang membuat kegiatan Ospek dan yang semacamnya kering dari nuansa intelektual dan spiritual.
Semua potret kegiatan-kegiatan kontraproduktif tersebut hampir bisa dipastikan adalah kegiatan yang sudah tidak ramah zaman. Di mana saat ini kita ditantang untuk lebih cerdas dalam membaca arah angin perubahan zaman seiring dengan adanya kemajuan teknologi dan berubahnya soal-soal tantangan global. Oleh karenanya kegiatan Ospek atau PKKMB atau apapun namanya harus bisa menyajikan rangkaian kegiatan yang relevan di setiap zamannya.
Peristiwa yang terjadi dengan kegiatan Ospek yang penulis ketengahkan di awal dapat terjadi pada kampus manapun yang ada di Indonesia. Oleh karenanya dari sini seluruh stakeholder dan civitas akademika kampus harus menjadi semakin aware terhadap semua kegiatan Ospek yang ada di lingkungan kampus masing-masing. Namun di akhir tulisan ini penulis hendak mengapresiasi respon cepat yang diberikan oleh pihak kampus dalam menangani kasus tersebut, termasuk berkomunikasi dengan media-media maisntream. Tidak justru malah bersembunyi dan mencuci tangan dari kejadian tersebut.