FUNGSI TEORI DALAM PENELITIAN ILMIAH

Fungsi Teori dalam Penelitian Ilmiah
Gambar ini dikutip dari https://i0.wp.com/lenterakecil.com/wp-content/uploads/2017/04/teori.jpg?fit=1083%2C546&ssl=1
banner 468x60

Fungsi Teori dalam Penelitian Ilmiah

Seorang peneliti berhak membuat sebuah teori baru dan memilih teorinya atau teori tertentu untuk memandunya dalam melakukan sebuah penelitian. Disinilah fungsi teori dalam penelitian akan terlihat jelas.

Namun saat ini yang jadi pertanyaan adalah apakah teori yang dilahirkan tersebut dapat diterima dalam dunia akademik, dunia intelektual? Dan apakah teori yang digunakan oleh seorang peneliti dalam melakukan aktifitas penelitiannya relefan dengan konteks persoalan yang diangkatnya? Tentu hal tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi semua peneliti, khususnya mereka yang baru berkenalan dengan dunia penelitian.

Dalam sebuah penelitian, tentu terdapat persoalan yang diteliti, baik itu berupa variabel-variabel independen maupun dependen, ataupun fokus beserta bagian-bagiannya. Dalam memandang persoalan penelitian tersebut, seorang peneliti tentu membutuhkan kaca mata untuk menentukan lewat perspektif apa ia menyoroti persoalan tersebut. Dan di sinilah salah satu peran signifikan sebuah teori dalam penelitian atau fungsi teori dalam penelitian ilmiah.

Pengertian Teori

Perkembangan jaman yang semakin canggih mendorong manusia untuk berfikir cepat dan kritis dalam menghadapi pelbagai masalah. Hal tersebut mengakibatkan perkembangan ilmu pengetahuan berkembang semakin pesat. Begitu pula dengan pengertian teori, dari masa ke masa mengalami perkembangan dari yang dulunya bersifat universal dewasa ini berkembang menjadi lebih besifat kompleks. Berikut ini kami paparkan beberapa pengertian Teori menurut para ahli pendidikan.

Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan. Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan)[1].

Pengertian teori menurut Jonathan H. Turner adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi. Selanjutnya Emory – Cooper mengatakan teori adalah suatu kumpulan konsep, definisi, proposisi, dan variable yang berkaitan satu sama lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan, sehingga dapat menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu. Adapun menurut Manning teori adalah seperangkat asumsi dan kesimpulan logis yang mengaitkan seperangkat variabel satu sama lain. Teori akan menghasilkan ramalan-ramalan yang dapat dibandingkan dengan pola-pola yang diamati. Lebih detail Kneller menyatakan teori mempunyai dua pengertian yang pertama, bahwa teori itu empiris, dalam arti sebagai suatu hasil pengujian terhadap hipotesis dengan melalui observasi dan eksprimen. Kedua, teori dapat diperoleh melalui berpikir sistematis spekulatif, dengan metode deduktif. Kneller mengemukakan bahwa teori ini merupakan “a set of koherent thounght”, seperangkat berpikir koheren, yang sesuai dengan koherensi tentang kebenaran[2

Jadi teori adalah dalil atau konsep yang kongkrit dan dapat dibuktikan validitisanya sehingga dapat digunakan untuk mempredeksi dan mengetahui lebih dalam mengenai suatu fenomena yang terjadi.

Jenis – jenis Teori

Menurut Kinayati Djojosuroto & M.L.A. Sumaryati, teori digolongkan kepada empat macam, yaitu asumsi, konsep, konstruk, dan proposisi.

Asumsi

Asumsi adalah suatu anggapan dasar tentang realita, harus diverifikasi secara empiris. Dalam penelitian ilmu sosial, setidaknya kita mengenal dua pendekatan yang memengaruhi proses penelitian, mulai dari merumuskan permasalahan hingga mengambil kesimpulan. Setiap pendekatan memiliki asumsi dasar yang berbeda. Asumsi dasar yang ada di dalam pendekatan kuantitatif bertolak belakang dengan asumsi dasar yang dikembangkan di dalam pendekatan kualitatif. Asumsi dasar inilah yang memengaruhi pada perbedaan dari cara pandang peneliti terhadap sebuah fenomena dan juga proses penelitian secara keseluruhan.

Adapun asumsi dasar pendekatan kuantitatif , yaitu[3]

  1. Asumsi Dasar Ontologi (Hakikat Dasar Gejala Sosial). Gejala sosial dikatakan sebagai sesuatu gejala yang real, yang dapat diungkap dengan menggunakan indra manusia. Karena suatu gejala adalah real, bisa terjadi kesepakatan di antara individu-individu yang ada di sekitarnya, dan suatu ketika gejala tersebut menjadi sebuah fenomena yang sifatnya universal dan diakui oleh orang banyak.

  2. Asumsi Dasar Epistemologi (Hakikat Dasar Ilmu Pengetahuan). Suatu gejala adalah nyata. Karena gejala itu sifatnya nyata, gejala yang ada bisa dipelajari. Gejala yang ada bisa ditangtkap dengan menggunakan indra. Dengan demikian, kita bisa membuat perbedaan antara yang satu dengan yang lain.

Konsep

Konsep adalah istilah, terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu[4]. Setiap penelitian kuantitatif dimulai dengan menjelaskan konsep penelitian yang digunakan, karena konsep penelitian ini merupakan kerangka acuan peneliti di dalam mendesain instrument penelitian. Konsep juga dibangun dengan maksud agar masyarakat akademik atau masyarakat ilmiah maupun konsumen penelitian atau pembaca laporan penelitian memahami apa yang dimaksud dengan pengertian variable, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yang dimaksud penelitiannya kali ini. Lebih konkrit, konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama[5].

Dalam membangun konsep ada dua desain yang perlu diperhatikan, yaitu generalisasi dan abstraksi. Generalisasi adalah proses bagaimana memperoleh prinsip dari berbagai pengalaman yang berasal dari literatur dan empiris. Abstraksi yaitu cakupan ciri-ciri umum yang khas dari fenomena yang dibicarakan.

Konstruk

Konstruk adalah konsep yang ciri-cirinya dapat diamati langsung seperti pemecahan masalah. Konsep seperti ini lebih tinggi tarafnya daripada abstraksi yang ciri-cirinya dapat diamati langsung. Jadi konstruk adalah konsep sedangkan tidak semua konstruk adalah konsep[6] . Menjadikan konstruk yang dapat kita ukur disebut operasionalisasi.

Proposisi

Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Sedangkan menurut KBBI proposisi adalah rancangan usulan[7]. Bisa dimaknai sebagai sebuah konsep untuk melaksanakan sebuah penelitian.

Fungsi Teori dalam Penelitian Ilmiah

Fungsi teori dalam penelitian ilmiah dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi mendeskripsikan fenomena

Dalam aktifitas penelitian, teori berfungsi untuk mendeskripsikan atau menjelaskan masalah yang diteliti. Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa secara sederhana teori dapat dipahami sebagai kacamata yang digunakan oleh seorang peneliti dalam melihat persoalan yang ditelitinya, maka secara otomatis setiap melihat satu persoalan dengan kaca mata yang berbeda akan melahirkan pengertian yang berbeda pula meski hal itu masih dalam persoalan yang sama.

Tak hanya itu, Dr. Abdul Munip memaparkan bahwa sebuah teori mampu menentukan apakan itu data atau bukan, apakah hal itu bagian dari sesuatu yang perlu diamati atau tidak, dan seterusnya.

Sebagai sebuah contoh, dari kacamata teori sosiologis misalnya, kemiskinan bisa digambarkan sebagai fenomena yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang memiliki keterbatasan dalam kepemilikan sumber-sumber ekonomi karena sebab-sebab tertentu. Sedangkan dalam perspektif antropologi, ada yang memandang kemiskinan lebih dimaknai sebagai pilihan hidup yang diambil secara sadar oleh seseorang atau sekelompok orang berdasarkan nilai-nilai budaya atau kepercayaan yang dianutnya.[8]

2. Fungsi mengeksplanasikan fenomena

Selain menjelaskan sebuah persoalan, teori juga mampu memaparkan sebab-sebab dari terjadinya persoalan tersebut. Mengacu pada contoh di atas, maka teori dalam fungsinya sebagai eksplanasi atau menjelaskan penyebab terjadinya suatu persoalan, dapat melihat mengapa terjadi kemiskinan dalam perspektif sosiologi dan antropologi. Apa saja factor yang menyebabkan kemiskinan tersebut terjadi.

3. Fungsi meramalkan fenomena

Teori yang baik akan bisa meramalkan apa yang akan terjadi selanjutnya berdasarkan data-data yang telah terkumpul,[9] demikian Dr. Abdul Munip memaparkan dalam modulnya. Berdasarkan pemaparan tentang persoalan yang diangkat dan apa faktor penyebabnya, maka secara otomatis dengan menggunakan teori yang dipilihnya, seorang peneliti dapat meramalkan apa nantinya yang akan terjadi.

4. Fungsi membimbing penyusunan kerangka berpikir dan hipotesis

Dalam penelitian kuantitatif, teori berfungsi untuk memperjelas permasalahan, penyusunan hipotesis, menyusun instrumen dan pembahasan terhadap hasil analisis data.[10] Sebab dalam penelitian kuantitatif data dicari untuk dicocokkan dengan teori yang telah dipilih oleh seorang peneliti. Sedangkan dalam penelitian kualitatif adalah sebaliknya. peneliti mencari teori untuk menjelaskan faktor penyebab dari data yang ditemukannya di lapangan.

5. Fungsi memandu penyusunan instrumen penelitian.

Sebuah teori yang telah dipilih oleh seorang peneliti dalam suatu penelitiannya perlu dijabarkan ke dalam konsep operasional yang kemudian dijabarkan lagi menjadi instrument pengumpulan data.

Dalam metode penelitian kuantitatif, teori berfungsi sebagai dasar penelitian untuk diuji. Oleh karena itu, sebelum mulai kegiatan pengumpulan data, peneliti menjelaskan teori secara komprehensif. Uraian mengenai teori ini dipaparkan dengan jelas dan rinci pada desain penelitian.

Teori menjadi kerangka kerja (framework) untuk keseluruhan proses penelitian, mulai bentuk dan rumusan pertanyaan atau hipotesis hingga prosedur pengumpulan data. Peneliti menguji atau memverifikasi teori dengan cara menjawab hipotesis atau pertanyaan penelitian yang diperoleh dari teori. Hipotesis atau pertanyaan penelitian tersebut mengandung variabel untuk ditentukan  jawabannya. Karena itu, metode penelitian kuantitatif berangkat dari teori.

Sebaliknya, metode penelitian kualitatif berangkat dari lapangan dengan melihat fenomena atau gejala yang terjadi untuk selanjutnya menghasilkan atau mengembangkan teori. Jika dalam metode penelitian kuantitatif teori berwujud dalam bentuk hipotesis atau definisi sebagaimana dipaparkan pada halaman sebelumnya, maka dalam metode penelitian kualitatif teori berbentuk pola (pattern) atau generalisasi naturalistik (naturalistic generalization). Karena itu, pola dari suatu fenomena bisa dianggap sebagai sebuah teori. Teori dipakai sebagai bahan pisau analisis untuk memahami persoalan yang diteliti.

Dengan teori, peneliti akan memperoleh inspirasi untuk bisa memaknai persoalan. Memang teori  bukan satu-satunya alat atau bahan untuk melihat persoalan yang diteliti. Pengalaman atau pengetahuan peneliti sebelumnya yang diperoleh lewat pembacaan literatur, mengikuti diskusi ilmiah, seminar atau konferensi, ceramah dan sebagainya bisa dipakai sebagai bahan tambahan untuk memahami persoalan secara lebih mendalam. Teori dipakai sebagai informasi pembanding atau tambahan untuk melihat gejala yang diteliti secara lebih utuh. Karena tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami gejala atau persoalan tidak dalam konteks mencari penyebab atau akibat dari sebuah persoalan lewat variabel yang ada melainkan untuk memahami gejala secara komprehensif, maka berbagai informasi mengenai persoalan yang diteliti wajib diperoleh. Informasi dimaksud termasuk dari hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai persoalan yang sama atau mirip[12].

Misalnya, jika seorang mahasiswa program sarjana dalam bidang pendidikan ingin meneliti mengenai pola guru sekolah dasar pedesaan dalam proses pembelajaran di dalam kelas, maka informasi yang dikumpulkan harus berasal dari berbagai macam sumber, lebih-lebih dari hasil penelitian sebelumnya yang mirip dengan tema yang diambil. Kemudian informasi yang terkumpul tidak hanya dipakai sebagai bahan perbandingan untuk memahami persoalan yang diteliti, tetapi juga untuk menegaskan bahwa peneliti tidak melakukan plagiasi dari penelitian sebelumnya. Sebab, plagiasi dianggap tidak memberikan kontribusi apa-apa dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Lantas bagaimana contoh penyusunan teori dalam penelitian ilmiah?

Adapun contoh penyusunan teori dalam penelitian adalah sebagai berikut

Judul penelitian     : Hubungan antara Tingkat Relegiusitas dengan Prestasi Belajar Siswa MAN I Samarinda

Rumusan Masalah : Apakah ada hubungan antara tingkat relegiusitas dengan prestasi belajar siswa MAN I Samarinda

Hipotesis     : Ada Hubungan antara tingkat relegiusitas dengan prestasi belajar siswa MAN I Samarinda

Kemudian cara membangun atau membuat konstruksi landasan teori, adalah sebagai berikut :

  1. Peniliti harus dapat memahami variabel-variabel dalam penelitian.

  2. Peneliti harus mampu menjabarkan variabel-variabel tersebut dalam bentuk konsep yang mendukung terhadap rumusan masalah yang disusun

  3. Peneliti harus mampu menjabarkan variabel-variabel tersebut dalam konsep yang sesuai dengan Hipotesa penelitian.

Misal   : Variabel penelitian terdiri dari variabel Tingkat relegisuitas (X) dan prestasi belajar siswa (Y). Jadi kontruksi Landasan teori dalam penelitian tersebut, sebagai berikut:

 Religiusitas

  1. Pengertian Relegiusitas

  2. Dimensi-dimensi Relegiusitas

  3. Hubungan antar Dimensi Relegiusitas

  4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Relegiusitas

Prestasi Belajar

  1. Pengertian Prestasi Belajar

  2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar.

 

Ingin Cek Artikel Sebelumnya?? Click Disini
Ingin Belajar bahasa Arab??? Click Disini

 

Referensi:

Bambang Prasetyo, & Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan Aplikasi, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada: 2006

Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor, Ghalia Indonesia: 2002

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta, Kencana: 2008

Kinayati Djojosuroto & M.L.A. Sumaryati. Op. Cit.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Dr. Abdul Munip, Modul Fungsi Teori

 

 Referensi Digital:

[1] Diambil dari http://makalahmajannaii.blogspot.com/2013/03/pengertian-teori.html

[2] Diambil dari http://putama.blogspot.com/2012/11/pengertian-teori.html

[3] Bambang Prasetyo, & Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan Aplikasi, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada: 2006 h.28

[4] M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor, Ghalia Indonesia: 2002 h. 17

[5] M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta, Kencana: 2008 h. 57

[6] Kinayati Djojosuroto & M.L.A. Sumaryati. Op. Cit. h.18-19

[7] Kamus Besar Bahasa Indonesia

[8] Dr. Abdul Munip, Modul Fungsi Teori, hal. 60-61

[9] Dr. Abdul Munip, hal. 66

[10] Dr. Abdul Munip, hal. 66

[11] Dr. Abdul Munip, hal. 67

[12] Diambil dari http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/329.html?task=view

[13] Diambil dari http://contohskripsi-makalah.blogspot.com/2012/04/teknik-penyusunan-landasan-teori-atau.html

Pos terkait