Belajar bukan hanya sekedar menghafal ataupun mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri peserta didik. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuannya, sikap dan tingkah laku keterampilan, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaanya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada peserta didik serta mengarahkannya pada suatu tujuan pembelajaran tertentu.
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang suatu kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori belajar, salah satu di antaranya ialah teori belajar humanistik.
Pengertian Teori Belajar Humanistik
Dalam teori belajar humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, namun dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, atau seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun dirinya mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Ciri khas teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Sedangkan tujuan utama para pendidik ialah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya dalam hal membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistik
Tokoh penting yang mengemukakan teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah Arthur W. Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
Tokoh pertama ialah Arthur Combs. Bersama dengan Donald Snygg, mereka mencurahkan meaning (arti) sebagai konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu guru harus memahami perlaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsinya tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Sehingga yang penting adalah bagaimana caranya membawa peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Tokoh selanjutnya ialah Carl Rogers, yang dikenal kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanistik bahwa motivasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu belajar yang bermakna dan belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik. Sedangkan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori humanistik adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik guna memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepadanya untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya.
Selanjutnya Abraham Maslov dikenal sebagai tokoh yang cukup terkenal dengan teori maslow. Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal, yaitu suatu usaha yang positif untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi penting yang harus diperhatikan oleh guru pada saat dirinya mengajar peserta didik. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar peserta didik belum terpenuhi.