Bagaimana Eksistensi al-Qur’an Meluruskan Hukum Mengidolakan Non Muslim?

banner 468x60

Terihat normal sesorang muslim memiliki idola dalam hidupnya, baik idol tersebut dari kalangan ulama’ yang jelas sisi religiusnya mapun publik figur, tetapi konteks disini menyinggung bagaimana jika yang diidolakan non muslim?. Mengidolakan non muslim sudah menjadi hal biasa dikalangan remaja muslim saat ini, terkadang secara tidak sadar mereka tergila-gila sampai meniru gaya hidup hingga gaya berpakainnya, maka dari sinilah problem permasalahan tersebut muncul. Waktu remaja seorang anak merupakan sisi bertumbuhan yang penting dalam kematangan mental dan fisik, dalam hal ini mengonsumsi budaya dan teknologi yang ngawur dapat merusak citra merek. Saat ini, keyakinan yang dianut seorang publik figur tidak menjadi hal yang penting lagi untuk dipertimbangkan, sangat miris bukan?, tetapi itulah keyataannya. Mereka sudah terbuai dengan kemamapuan dan kelebihan yang dimiliki sang idola, bahkan terkadang mereka sampai mendoakan idolanya denngan doa-doa yang diajarkan syari’at islam, padahal hukum melarang mendoakan orang kafir kecuali untuk mendapatkan hidayah dan segera bertobat.

Lalu bagaimana al-Qur’an menjawab permasalahan ini?. Idola merupakan sesorang yang kita kagumi, cintai atau bahkan menjadi teladan bagi kehidupan, tak jarang mereka terus membela idolanya meskipun idolanya tersebut melakukan kesalahan. Dalam al-Qur’an ada beberapa lafal yang menggambarkan idol dengan wali> (teman dekat), uswah (teladan), hu>b (cinta), dan lain sebagainya. Seperti halnya yang dijelaskan pada Qs. S}ad ayat 32, Qs. At Taubah ayat 24, A>li> Imra>n ayat 14 dan masih banyak lagi. Ar Razi dalam kitab Tafsirnya mengklasifikasikan pertemanan non muslim sebanyak tiga macam pertama, mengakui kekafirannya dan tetapi berteman dengannya, hal ini tentau saja dilarang karena membenarkan agama selain islam, kedua, berteman dengan orangkafir secara dzahirnya saja,  sehingga boleh dilakukan, ketiga, megambil tengah-tengah diantara kedua point tadi sampai dengan condong untuk menolong, mengasihi atau ada kekerabatan dengannya.[1]

Allah telah menyinggung mengenai siapa yang pantas untuk diidolakan, seperti pada surah Al-Maidah ayat 55

 

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ

 

 “Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasulnya dan orang-orang yang beriman, yang melaksakan sholat, zakat seraya tunduk kepadaku (Allah)”

 

Bisa dilihat disini Allah benar-benar menegaskan bahwa yang memiliki loyalitas terhadap kita hanyalah Allah, Rasul dan orang yang beriman, sedangkan lainnya hanya ditemtukan amal ibadah,[2] Apakah al-Qur’an melarang mengidolakan non muslim ? islam merupakan agama yang toleransi sesuai dengan konteks Qs. al-Mumtahanah ayat 8, dalam ayat ini Allah menyukai orang yang berlaku adil, meskipun terhadap orang non musli asalkan mereka tidak mengganggu kesejahteraan agama islam.

Dalam hal ini mengidolakan non muslim dikatakan boleh, apabila kekaguman tersebut sebatas untuk kesenangan diri (hiburan) atau kepintaraan yang dimilikinya atau secara lahiri>yah dan tidak mennyangkut pautkan agama, dikatakan makruh, apabila menyukai dari segala hal termasuk fisik, tetapi tidak memebenarkan agama yang dianutnya, dan dikatakan haram apabila mengidolakan secara fanatik hingga mewajarkan agama yang dianutnya karena hal tersebut sama dengan membenarkan agamanya dan mengkafirkan diri sendiri. Dari hukum hukum diatas berharap bisa dijadikan hikmah atau pegangan bagi umat muslim yang memang memiliki idola non muslim sehingga tidak ikut pada golongan orang kafir dan jauh dari pertolongan Allah. Maka dari itu selalu bijaklah dalam memilih publik figur untuk dijadikan teladan baik karena ilmunya maupun karena sisi positif hidupnya, hindari sifat-sifat fanatik hingga mengagungkan idola dengan kesempurnaan yang mereka miliki, karena mereka tidak akan hidup jika tidak dizinkan Allah, amankan diri dengan mengidolakan sosok yang dicintai Allah seperti para Nabi, Habaib atau Ulama’. Tidak salah juga mengidolakan non muslim asalkan hal tersebut menumbuhkan motivassi yang positif tanpa eninggalakn perintah Allah dan lalai dalam beribadah.

[1] Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981), 168.

[2] Ibn Ahmad Ibn al-Farid al-Anshari al-Hazraji al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an (Berut: Dar-al-Fikr, 1993), 221.

Pos terkait