Bahasa Arab dan Psikologi Orang Arab

dampak psikologi bahasa arab
dampak psikologi bahasa arab
banner 468x60

Bahasa Arab dan Psikologi Orang Arab. –Sudah menjadi pemahaman umum bahwa bahasa suatu bangsa dipengaruhi oleh psikologi dan kebudayaannya. Pembahasan berikut ini mencoba untuk meringkas keistimewaan-keistimewaan yang menonjol dari salah satu interaksi dua arah. Yakni pengaruh bahasa Arab terhadap psikologi bangsa Arab.

Persoalan berawal dari minat linguistik masyarakat Arab. Kemudian ada juga fakta bahwa bahasa Arab adalah bahasa pertamanya. Kedua hal tersebut telah membantunya dalam menangani subjek yang rumit ini.

Read More

Baca juga: Kata dan Macamnya dalam Bahasa Arab

Gagasan Mereformasi Bahasa

Meskipun banyak seruan untuk melakukan reformasi bahasa, baik dalam bahasa maupun gaya sastra Arab. Namun masih mustahil bagi orang Arab untuk menulis tanpa mempertimbangkan aspek gramatikal, idiomatik, atau gaya bahasa seperti yang yang dapat kita baca dalam Al Qur’an.

Hal tersebut tentu sarat akan tanggungan psikologis yang sangat riskan. Seorang individu Arabiy tersebut berpotensi mendapat kecaman sebagai orang yang tidak mengerti atau orang yang bodoh. Bahkan sebagai individu Arabiy yang kurang ajar terhadap keutuhan bahasa Arab. Lebih-lebih kerap dikaitakn dengan “dakwaan” pencideraan akan kesakralan Firman Allah SWT.

Tetapi walaupun seorang Arab harus menulis dalam “bahasa Arab sastra” untuk keperluan akademik dan hal-hal rersmi lainnya, ia tidak juga wajib menggunakan bahasa yang sama dalam percakapan sehari-hari. Untuk hal yang demikian ia mesti menggunakan bahasa Arab sehari-hari. Di mana “variasi” bahasa tersebut memiliki perbedaan antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu kota dengan kota lainnya.

Sebaliknya, jika seorang individu mencoba menggunakan bahasa Arab sastra dalam komunkasi sehari-hari, maka ia akan mendapati dirinya disalahpahami oleh orang-orang buta huruf dan diejek oleh kebanyakan orang. Hal ini sebagaimana telah dialami oleh banyak kaum “puritan bahasa” yang mencoba menjadikan bahasa sastra dalam kitab-kitab sebagai bahasa kehidupan sehari-hari.

Kondisi yang tidak jauh berbeda tampak juga terjadi pada bahasa Tiongkok dalam perkembangannya sampai saat ini. Kesenjangan antara bahasa sastra dan bahasa sehari-hari tampak begitu besar. Beberapa kasus misalnya, seorang Mesir yang berpendidikan dengan pengetahuan bahasa sastra dan juga bahasa sehari-hari di Mesir, akan mengalami kesulitan untuk memahami bahasa sehari-hari di Irak dengan baik. Begitu pula orang Suriah yang berpendidikan bahasa sastra akan kesulitan untuk mengerti bahasa Arab yang diucapkan orang-orang di Maroko atau Tunisia.

Pusaran Penggunaan Bahasa

Bahasa Arab dan Psikologi Orang Arab. — Situasi ini sejatinya mengingatkan kita pada era Eropa di abad pertengahan. Ketika orang-orang terpelajar menulis dan membaca bahasa Latin, namun berbicara dalam berbagai dialek yang kemudian berkembang menjadi apa yang sekarang dikenal sebagai bahasa Eropa.

Namun meskipun demikian, cendekiawan pada abad pertengahan dapat berbicara bahasa Latin dengan benar dan tanpa risiko diejek setiap kali bertemu dengan cendekiawan lain dari negara lain. Sedangkan orang Arab kontemporer yang terpelajar, ia mengalami kesulitan dalam menguasai semua seluk-beluk bahasa Arab sastrawi yang tak ada habisnya. Bahkan setelah belajar seumur hidup pun ia biasanya harus sangat waspada jika ingin menggunakannya dengan benar.

Di atas semua ciri-ciri yang kontras dari bentuk-bentuk sastra dan bentuk-bentuk bahasa Arab sehari-hari ini,  antara keduanya terdapat pembagian kerja yang hampir lengkap dan rapi. Bahasa Arab sastrawi hampir seluruh diskursus ilmu yang mencakup; filsafat, sastra dan ilmu-ilmu yang lebih kompleks yang bersifat akademis. Semua lini tersebut biasanya tidak menjadi bahan diskusi dengan menggunakan bahasa sehari-hari.

Baca juga: Pengantar Psikolinguistik Bahasa Arab

Meskipun demikian, ada juga bentuk kombinasi antara ungkapan sehari-hari dan kata-kata sastra. Format ini sering digunakan dalam diskusi orang-orang terpelajar dan dalam tulisan-tulisan beberapa jurnalis. Akan tetapi tanpa kata-kata sastra (atau kata-kata asing) hampir tidak mungkin untuk menyampaikan pemikiran dan ide-ide yang berada di luar konkret dan nyata.

Related posts