Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran hakiki. Harapannya dengan kebenaran hakiki dapat mengantarkan manusia pada tingkat kebaikan.
Jika dilihat dari kategori berpikir, terdapat dua macam berpikir yaitu berpikir ilmiah dan berpikir alamiah. Dari dua macam berpikir ini memerlukan sarana ilmiah. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah. Didalamnya terangkum berbagai langkah yang harus ditempuh dalam berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya ada tiga yaitu; bahasa, logika dan matematika, serta logika dan statistika.
Bahasa dalam berpikir ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran dari proses berpikir ilmiah. Kemudian logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah untuk diikuti dan divalidasi tentang kebenarannya. Sedangkan logika dan statistika berperan dalam berpikir induktif. Tujuannya untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum.
Melalui bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur, namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain. Selain itu melalui bahasa pula, manusia dapat mengekspresikan sikap dan perasaannya.
Sebagai sarana komunikasi ilmiah, bahasa memiliki sisi keterbatasan. Diantaranya yaitu: peran bahasa dan sifat majemuk bahasa,
Peran bahasa bersifat multi fungsi yaitu sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik. Bahasa ilmiah pada hakikatnya haruslah bersifat obyektif tanpa mengandung emosi dan sikap. Dalam komunikasi ilmiah terkadang hanya membutuhkan aspek simbolik saja. Dari ketiga fungsi di atas, dalam ranah komunikasi hanya sebatas menginformasikan secara simbolik saja tanpa ikatan emotif dan afektif.
Selain itu bahasa memiliki sifat majemuk (pluralistik). Sebuah kata kadang-kadang mempunyai lebih dari satu arti yang berbeda. Contohnya kata “ilusi”, dalam kamus KBBI mempunyai arti; angan-angan; khayal; sesuatu yang memperdaya pikiran dengan memberikan kesan yang palsu; suatu gagasan yang keliru; suatu kepercayaan yang tidak berdasar; keadaan pikiran yang memperdaya seseorang.
Pada akhirnya, melalui bahasa ilmiah seseorang dapat mengekspresikan atas alam pikirannya. Semakin baik bahasa ilmiah yang diucapkan tentu semakin jelas, tujuan dari ucapan yang diungkapkan. Dewasa ini, para ilmuwan atau akademisi tentu harus memiliki kemampuan bahasa ilmiah yang memadai. Dengan memperhatikan sisi keterbatasan dari bahasa itu sendiri tentu akan mengefektifkan dalam menyampaikan atau mengkomunikasikan pokok pikiran ilmiah.
Referensi:
Drs. H Mohammad Adib MA, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jujun S. Suriasumantri, filsafat ilmu sebuah pengantar populer, Jakarta; Pustaka sinar harapan.