Ibnu Ajurrumi sang Mushannif Kitab Nahwu al-Jurrumiyyah menghabiskan masa-masa kecilnya di tengah keluarganya di Fas. Bila dicermati memang kebanyakan tokoh-tokoh besar muslim adalah mereka yang lahir dari keluarga yang memang sejak kecil memberikan porsi perhatian yang sangat besar pada pembinaan spiritual dan intelektual anak-anaknya. Termasuk salah satunya adalah Ibnu Ajurrumi yang telah mendapat pendidikan langsung dari anaknya sejak saat ia masih kecil.
Kang Jalal juga pernah mengatakan dalam kitab psikologi agama yang ditulisnya, bahwa tradisi kegamaan yang hadir di suatu tempat akan memberikan pengaruh terhadap individu yang lahir dan hidup dalam lingkungan tersebut. Dalam hal ini ayah Ibnu Ajurrumi telah membuat tradisi keagamaannya sendiri di wilayahnya yang selanjutnya ditularkan kepada putranya.
Alam Rihlah Intelektual
Salah satu kebiasan tradisi ulama salah al-shalih abad pertengahan adalah pengembaraan yang mereka lakukan untuk memperoleh pengetahuan. Imam Bukhari misalnya melakukan perjalanan sampai ke negeri Mesir dan Khurasan. Ada juga Imam Muslim, yang merupakan murid Imam Bukhari sendiri menempuh perjalanan melewati kota-kota besar untuk mengumpulkan hadits. Ibnu Arabi melakukan perjalanan dari Andalusia di Barat sampai ke negeri Syam untuk mencari dan mengumpulkan berbagai pengetahuan.
Hal tersebut juga terjadi pada diri Imam Ibnu Ajurrumi, di mana beliau sala satu destinasi pengembaraan intelektualnya adalah Kairo. Di negeri ini ia bertemu dengan satu sosok sufi agung bernama Abu Hayyan al-Garanthy. Ia adalah seorang sufi agung sekaligus penulis kitab tafsir nahwi Bahr al-Muhith. Lahir di Granada pada tahun 1256 M dan melakukan berbagai pengembaraan intelektual ke berbagai negeri seperti Malaga, Balsy, Miryah, Bujaya, Tunisia, Mesir, Kairo, Dimyath dan al-Mahallat.
Semua kota tersebut adalah saksi perjalanan pengetahuan Abu Hayyan al-Garanthy dalam menimba berbagai pengetahuan. Salah satu yang paling menonjol adalah pengetahuannya yang dalam tentang Al-Qur’an dan Tata Bahasa Arab (Nahwu). Sehingg beliau digelari Ustadz al-Mufassirin dan Syaikh al-Nuhat.
Sebagai murid, Ibnu Ajurrumi senantiasa menjaga ketaatan kepada gurunya Abu Hayyan al-Gharanty. Hal ini membuahkan keridhoan Abu Hayyan kepada Ibnu Ajurrumi untuk memberikan ijazah ilmunya untuk diajarkan dan disebarluaskan. Sejak itu Ibnu Ajurrumi dinobatan sebagai salah satu imam dalam ilmu nahwu atau gramatika atau tata bahasa Arab.
Jalan Menuju Kebesaran
Dari titik inilah Ibnu Ajurrumi atau Imam Daud al-Shanhaji mulai menapaki kebesarannya sebagai imam dalam ilmu nahwu. Hal ini tidak lain adalah karena restu dari gurunya Abu Hayyan al-Gharanthy. Ini adalah partikel sejarah yang menunjukkan kepada kita bahwa restu guru akan senantiasa menjadi pelita bagi seluruh perjalanan panjang muridnya dalam melewati lorong-lorong hidup yang kadang terjal dan gelap.
Kairo sebenarnya bukan menjadi tujuan utama pengembaraan Ibnu Ajurrumi, namun takdir telah mempertmukan langkahnya itu dengan figur guru yang berhasil membinanya. Hal ini mengingatkan kita akan kisah Imam al-Qusyairi yang dibina oleh Imam Daqiq al-Ied. Di mana dalam asuhannya Imam al-Qusyairi juga berhasil menjadi figur ulama populer dalam bidang Tasawuf, Fiqih dan Naahwu.
Mekkah adalah kota yang menjadi tujuan utama pengembaraan Ibnu Ajurrumi. Kota dengan berbagai aktifitas pengetahuan dan spiritual itu menjadi magnet tersendiri bagi para traveller muslim. Lebih-lebih bagi mereka yang hendak membasahi dahaga ruhaninya. Mekkah kala itu, Mekkah dengan keragaman madzhab dan pemikiran muslim yang hadir menjadikan kota rancangan Ibrahim dan Ismail ini menjadi lautan metropolis pengetahuan Islam.
Masih belum banyak literatur yang menunjukkan apa dan bagaimana saja kisah Ibnu Ajurrumi di kota Mekkah al-Mukarromah ini. Tentu yang tidak mungkin dilewatkannya adalah pelaksanaan ritual ibadah haji. Sebagaimana yang kerap dilakukan oleh para traveller muslim lainnya.
Namun Ibnu Ajurrumi juga rupanya tidak hendak bermukim selamanya di Mekkah. Ia kembali lagi ke negeri asalnya di Faz untuk menyemai benih-benih pengetahuan di negeri Berber itu. Sehingga buah dari pengetahuannya kelak menjadi ranum dan membawa keharuman tersendiri bagi negeri di Kawasan Maghrib ini. Dan itu terwujud seidaknya dengaan dua hal, yaitu lahirnya kitab Nahwu al-Ajurrumiyyah dan munculnya intelektual-intelektual muslim di negerinya.