Menilisik sejarah filsafat sama halnya menelisik sejarah pertarungan akal dan hati dalam berebut dominasi untuk mengendalikan jalan hidup manusia. Salah satu tokoh yang memiliki pemikiran monumental dalam dunia filsafat yaitu immanuel kant.
Immanuel Kant lahir di Konisberg, Prusia, pada tahun 1724. Ia tidak pernah meninggalkan desa kelahirannya kecuali beberapa waktu singkat karena memberi kuliah di desa tetangganya. Profesor ini sangat doyan memberikan kuliah geografi dan etnologi. Ibunya amat taat terhadap agama, dan Kant sendiri amat tekun melaksanakan agamanya.
Pada tahun 1755 Kant memulai karirnya sebagai dosen swasta di Universitas Konisberg. Kemudian dia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika pada tahun 1770. Pada usia empat puluh dua tahun ia menyatakan bahwa ia merasa beruntung karena menyenangi metafisika. Hal tersebut diwujudkannya dalam beberapa uraian-uraian filosofis yang mendalam mengenai alam metafisika. Bahkan ia berani menyerang metafisikawan.
Sebelum tertarik pada metafisika, ia lebih dahulu menyenangi pengetahuan yang bukan metafisika. Ia menulis mengenai planet, gempa, api, angin, gunung, bumi, etnologi dan ratusan objek lainnya yang tidak berhubungan dengan metafisika.
Kant memang terkenal sebagai filosof tulen. Ia berfikir terlebih dahulu sebelum berbuat. Pada umur dua puluh tahun, Kant telah menyatakan bahwa dirinya sudah menetapkan jalan yang pasti sehingga ia memliki keinginan belajar yang kuat dan tidak satu pun yang dapat menghalangi dalam pencapaian tujuan hidupnya.
Melalui berbagai kondisi Kant terus bekerja keras untuk menyelesaikan karya besarnya selama lima belas tahun. Buku pertamanya yang berjudul Critique Of Pure Reason (pembahasan mengenai akal murni) merupakan suatu pembahasan yang mengenai pembelaan terhadap sains dan serangan skeptisme.
Kant dalam teori rasionalismenya melakukan pendekatan kembali terhadap pemikiran rasionalisme (David Humme) dan empirisisme (Descrates). Kemudian Kant mencoba untuk menghubungkan antara keduanya. Kant sebenarnya meneruskan perjuangan Thomas Aquinas yang pernah melakukannya.
Immanuel Kant sendiri mulanya sangat berpegang teguh dengan Rasionalisme. Namun ia terpengaruh oleh Empirisme dari bukunya David Hume (filsuf Inggris). Sejak itulah Immanuel Kant merasa Rasionalisme dan Empirisme bisa digabungkan dan merupakan sebuah bagian yang dapat melengkapi satu sama lain.
Immanuel Kant mengkritik Empirisme harus dilandasi dengan teori-teori dari rasionalisme sebelum dianggap sah melalui proses Epistomologi. Penggunaan teori rasionalisme dalam empirisme merupakan cuplikan dari buku pertama Immanuel Kant yang berjudul Critique Of Pure Reason (Kritik Atas Rasio Murni). Selain itu Kant juga menelurkan 2 buku lainnya yang juga menyatakan filsafat kritisisme, yaitu adalah Kritik atas Rasio Praktis (Etika) dan yang terakhir adalah Kritik atas Pertimbangan (Judgment).
Dalam pemikirannya Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative jika tidak dikuatkan dengan landasan teorinya. Ilmu pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang dan tidak mutlak, karena science itu sendiri akan terus berubah mengikuti perkembangan zaman.
Immanuel Kant beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa menentukan Fenomena saja. Fenomena merupakan sesuatu yang hanya mampu menunjukkan fisiknya saja. Contohnya buah mangga, bukan isi dari buah mangga yang dilihat secara fenomena namun bentuk fisik dari buah mangga lah yang bisa dikenali dari fenomena.
Hal tersebut sama halnya dengan manusia. Manusia hanya bisa melihat manusia lain secara fisiknya saja, tetapi tidak bisa melihat ide atau pemikiran manusia tersebut. Inderawi hanya bisa melihat Fenomena (fisik) tapi tidak bisa melihat Nomena. Immanuel Kant memang cenderung mendapatkan inspirasi dari Plato. dalam pemikirannya Plato beranggapan Fenomenalah yang membentuk Nomena (Ide di atas segalanya/ide yang membentuk sesuatu yang nyata), seperti halnya TUHAN menciptakan Manusia.