Kitab Nahwu yang Menjadi Warisan Peninggalan Imam Sibawaih

banner 468x60

Sebagai seorang pemikir besar, Imam Sibawaih tidak jauh berbeda dengan cendekiawan muslim lainnya dalam tradisi kepenulisan. Beliau banyak menuangkan buah renung pikirnya dalam lembaran-lembaran kertas. Sayangnya beberapa lembar yang berisi buah pikirnya itu banyak yang raib terbakar gegara laku istrinya yang cemburu.

Satu-satunya karya Sang Imam yang dapat terselamatkan adalah lembaran-lembaran yang saat ini disebut al-Kitab. Namun siapa sangka ternyata sejarah telah mendapuk kitab tersebut menjadi mahakarya besar dalam panggung ilmu nahwu.

Read More

Kitab yang ditulis oleh Imam Sibawaih tersebut memperbincangkan tentang sistem infleksi bahasa Arab (I’rab). Begitu juga dengan perubahan-perubahan katanya (sharf) sebagai pelanjut ide al-Farahidi yang menjadi gurunya.

Dalam pengamatan lebih lanjut, dapat terlihat bahwa kitab al-Kitab karya Imam Sibawaih ini setidaknya terbagi ke dalam tiga bagian utama.

Bagian pertama dari kitab tersebut menjelaskan bagaimana tata aturan perihal sintaksis dan berbagai problematika yang berkaitan dengannya. Misalnya saja seperti pembagian jenis kata ke dalam kata benda, kata kerja dan partikel-partikel lainnya atau yang disebut huruf.

Bagian kedua kitab yang ditulis oleh Imam Sibawaih tersebut menjelaskan aturan-aturan morfologis dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sebut saja seperti kata dasar, imbuhan dan pola-pola morfologis.

Bagian ketiga adalah bagian yang mendiskusikan tata aturan fonetik atau fonologi berikut perubahan-perubahan morfofonemi. Bagian ini dalam diskursus ‘Ilm al-Lughah al-Nafsi disebut dengan ‘Ilm al-Ashwat.

Kehadiran pembahasan tentang sintaksis, morfologi dan fonologi dalam buah karya Imam Sibawaih sejatinya mengantarkan analisis ini pada ruang lingkup ilmu linguistik modern. Di mana dalam topik bahasan-bahasannya juga tidak jauh dari yang dikupas oleh Imam Sibawaih dalam kitabnya tersebut. Versteegh mengatakan bahwa intelektualitas Sang Imam yang demikian mendorong para sejarawan literatur gramatika bahasa Arab menyebutnya sebagai the grammatical analysis par excellence of the Arabic language.

Seorang Imam Sibawaih adalah figur yang senantiasa memelihara ketersambungan sanad dengan guru-gurunya. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana beliau mencantumkan nama-nama gurunya dalam buah karya pemikirannya tersebut sebagai sebuah sitasi.

Beberapa nama guru yang sering disebut dalam kitabnya tersebut adalah al-Khalil al-Farahidi, Yunus bin Hubaib, Abu al-Khathab al-Akhfash, Abu Amru, Ibnu Abi Ishaq dan Harun bin Musa. Nama al-Khalil al-Farahidi mendapatkan jumlah sitasi yang paling banyak dirujuk dan disebut.

Saat ini sudah cukup banyak para penerbit yang menerbitkan kitab karya Imam Sibawaih tersebut. Di antara penerbit tersebut adalah Daar al-Kutub al-Ilmiyyah dan Maktabah Alkhonjy Mesir yang khusus menerbitkan buku-buku kebahasaan.

Beberapa tokoh generasi pasca Imam Sibawaih juga banyak yang menulis tentang al-Kitab atau menulis tentangnya. Salah satu di antaranya adalah ulama besar bernama Abu Sa’id al-Hasan bin Abdullah al-Sirafi dengan kitabnya yang berjudul Fawait Kitab Sibawaih min Abniyat Kalam al-‘Arabi yang ditahqiq oleh Muhammad ‘Abd al-Muththalib al-Bakka. Referensi yang penulis ambil adalah edisi Daar al-Syu’un al-Tsaqafah al-‘Amah yang diterbitkan di Baghdad pada tahun 2000.

Dalam referensi yang lain, Imam al-Sirafi juga menulis kitab yang berjudul Syarh Kitab Sibawaih yang diterbitkan oleh Daar al-Kutub al-‘Ilmiyyah pada tahun 2008 di Beirut – Lebanon. Ulama yang mentahqiq pada cetakan tersebut adalah Ahmad Hasan Mahdali ‘Ali Sayyid ‘Ali. Semua karya al-Sirafi terebut saat ini sudah banyak beredar dan bisa diakses di Indonesia baik offline maupun online.

Selain Imam al-Sirafi ada juga ulama lain yang menulis Syarah al-Kitab Imam Sibawaih, beliau adalah Abu al-Hasan al-Rumaniy al-Baghdadiy al-Ikhsyidiy atau yang lebih singkat dipanggil Imam al-Rumaniy. Beliau adalah generasi penerus Imam Sibawaih di Bashrah. Konon Imam al-Rumaniy dilahirkan di Bashrah dan banyak menghabiskan waktunya di kota ini sampai beliau kembali dipanggil oleh Allah SWT di kota yang sama.

Imam Sibawah dan al-Kitab menyisakan begitu banyak kisah dan khazanah. Utamanya adalah khazanah pengetahuan dalam Islam. Sepanjang dari apa yang telah dituliskan, kita dapat melihat sisi beliau sebagai figur intelektual yang begitu tekun dalam pengetahuan, utamanya Nahwu. Pun kita melihat sisi humanis beliau yang juga tidak sepi dari drama-drama kehidupan. Seperti kisah bagaimana ia dicemburui oleh istrinya karena terlalu asik dengan buku-bukunya dan termasuk perdebatannya dengan Imam al-Kisai bahkan sampai Imam al-Syafi’i.

Related posts