Sirah Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW sudah tidak diragukan lagi peran dan kontribusinya dalam sejarah panjang umat manusia. Kisahnya sampai saat ini masih terus diwariskan pada generasi-generasi melalui gores tinta para cendikiawan dan lisan para agamawan. Bahkan sabda-sabdanya masih terdokumentasi dengan baik dalam korpus-korpus hadits beserta rantai-rantai sanadnya.
Sirah Nabawiyah menjadi salah satu genre dalam literatur Islam, di mana di dalamnya banyak berkisah tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Mulai dari beliau lahir sampai dikebumikan. Bahkan ada yang menambahnya sampai pada masa empat Khulafa al-Rasyidin setelahnya. Para penulis Sirah ini sendiri berasal dari negeri yang bermacam-macam. Sehingga cukup banyak literasi sirah yang mengupas tentang kehidupan Nabi.
Quraish Shihab dalam salah satu karyanya – yang juga bergenre sirah nabawiyah – mengatakan bahwa menurut para pakar bahasa Arab kata sirah itu memiliki pengertian bentuk, pandangan dan cara hidup seseorang. Sedangkan para sejarawan mengartikan sirah dengan perjalanan hidup.
Setiap penggalan hidup seseorang, lebih-lebih yang berkaitan dengan kisah atau sejarahnya pasti akan identik dengan penambahan usia. Semakin lama ia hidup di dunia maka semakin banyak kisah hidupnya. Namun apakah semua itu dapat menjadi sirah yang baik?. Tentu jawabannya belum tentu.
Bisa jadi semakin bertambahnya usia malah menjadikan kita semakin lama menahan derita hidup. Bahkan tidak menutup kemungkinan justru malah menambah panjang daftar cerita dosa dan salah kita pada Allah SWT. Oleh karenanya penambahan usia yang identik dengan penambahan kisah harus juga disertai dengan penambahan values dan ide cemerlang di pentas-pentas sejarah. Sehingga dapat meningkatkan kualitas dan makna hidup setiap seorang.
Sang Teladan
Pada Nabi SAW kita menetra, bahwa seluruh akumulasi hidupnya adalah teladan yang terus mekar sepanjang masa. Pertambahan usia dan kisah beliau senantiasa meningkatkan hidup yang semakin berkualitas dan humanitarian yang mulai ditegakkan. Tidak sedikit figur Nabi yang sirah mulianya ditulis oleh para pemikir Islam kontemporer. Bahkan Rabithah ‘Alam al-Islamiy pernah menyelenggarakan kompetisi penulisan sirah nabawiyah internasional. Saat itu yang keluar sebagai pemenang adalah Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri.
Di Indonesia sendiri kitab-kitab atau buku-buku yang berbincang seputar sirah nabi sudah banyak beredar. Beberapa di antaranya adalah kitab al-Rahiq al-Makhtum yang ditulis oleh Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri. Kitab ini sudah banyak beredar dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bahkan dalam kurun hampir sepuluh tahun cukup banyak penerbit yang mempublikasi kitab tersebut. Publikasi terbaru di antaranya yang saat ini sedang dalam masa pre-order adalah diva press Yogyakarta.
Selanjutnyan ada kitab Fiqhu Sirah yang ditulis oleh Syaikh Sa’id Ramadhan al-Buthiy. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Gema Insani dengan judul Sirah Nabawiyah (Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam Masa Rasulullah SAW). Kemudian diterbitkan pula oleh Noura Books dengan judul The Great Episode of Muhammad SAW.
Bagi saya kitab ini sangat cocok untuk para pengkaji sirah yang hendak mencari sisi-sisi kontekstual dari fragmen-fragmen kehidupan Nabi Muhammad SAW. Sa’id Ramadhan al-Buthiy sudah menyusun penjelasannya dengan sangat sistematis dalam kitab tersebut.
Kitab Sirah Nabawiyah
Berikutnya adalah kitab Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh pakar tafsir Indonesia yakni Quraish Shihab. Karya beliau diberi judul Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Shahih. Bagi saya karya Pak Quraish ini memiliki kesan tersendiri dalam membacanya. Di mana rasa-rasanya Ulum al-Qur’an, Ulum al-Hadits dan Ilmi Sejarah diramu bersama menjadi satu. Ini yang membuat kitab ini sangat unik dengan karakter keilmuannya tersebut.
Membaca literatur-literatur sirah nabi kadang menjadi oase saat kita sedang memerlukan rehat dan jeda dari berbagai rutinitas hidup yang pepat. Tidak harus utuh selesai membaca, tapi menikmati setiap halam demi halamannya, sampai seolah terasa Nabi SAW sendiri yang sedang mengisahkan sirahnya pada kita.