Pada masa pandemi ini, berbagai problematika tidak henti-hentinya berdatangan. Dari mulai persoalan sosial, pendidikan, ekonomi, politik, hingga agama. Hal tersebut yang menuntut pertanggungjawaban ilmu pengetahuan dalam menjawab persoalan-persoalan diatas. Oleh karenanya, Covid-19 tidak hanya bisa diselesaikan dengan monodisiplin ke-ilmuan saja melainkan dengan multidisplin, interdisiplin, dan transdisiplin keilmuan.
Pengertian Filsafat
Ada dua bentuk pengetahuan dalam diri manusia, yaitu pengetahuan yang bukan berdasarkan usaha aktif dari manusia dan pengetahuan yang berdasarkan hasil usaha aktif manusia. Ciri pengetahuan yang pertama didapat manusia melalui wahyu, sedangkan ciri pengetahuan kedua diperoleh manusia melalui akal dan indra. Jenis pengetahuan kedua ini lah yang disebut pengetahuan ilmu (sains) dan pengetahuan filsafat.
Istilah filsafat secara umum berasal dari bahasa Yunani, yakni Philosophia dan Philosophos. Philo, yang berarti cinta (loving), sedangkan sophia atau sophos, berarti pengetahuan atau kebijaksanaan (wisdom). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa filsafat adalah cinta pada pengetahuan atau kebijaksanaan yang berarti mampu bernalar dengan baik.
Dalam kebudayaan Islam sendiri, kata filsafat yang berasal dari bahasa Yunani Philosophia dialih bahasakan kedalam bahasa Arab menjadi falsafah (hikmah). Adapun ciri-ciri berpikir secara filsafat, yakni kritis (rasional), sistematis, universal atau menyeluruh (komprehensif), dan mendasar (radikal).
Dengan berpikir demikian, seseorang akan semakin sadar mengenai makna kehidupan, dan pemikiran filsafat biasanya dijadikan oleh seseorang sebagai pandangan hidup atau pedoman hidupnya (way of life). Disinilah letak pentingnya seseorang mempelajari filsafat, khususnya filsafat ilmu.
Selain Filsafat umum ada pula filsafat khusus, yakni filsafat yang diterapkan pada bidang ilmu tertentu, dimana filsafat disini berfungsi sebagai landasan filosofis bagi ilmu tersebut. Semisal filsafat politik, filsafat pendidikan, filsafat sejarah dan lain sebagainya. Akan tetapi ada juga cabang dari filsafat umum, yaitu filsafat ilmu.
Secara sederhana filsafat ilmu atau philosophy of science merupakan salah satu cabang atau bagian dari filsafat yang fokus atau obyek kajiannya adalah ilmu. Lalu apabila di integrasikan dengan ciri-ciri filsafat secara umum, maka filsafat ilmu merupakan satu kajian yang membahas ilmu secara kritis (rasional), sistematis, universal atau menyeluruh (komprehensif), dan mendasar (radikal).
Secara spesifik objek bahasan filsafat memiliki ruang lingkup yang terbagi menjadi tiga bahasan pokok, yaitu ontologi (al-wujud), epistemologi (al-ma’rifat), dan aksiologi (al-qayyim). Ketiga kajian tersebut dipelajari dan menjadi fokus bahasan dalam filsafat ilmu.
Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Ontologi terdiri dari kata ontos (ada) dan logos (logika, kata, ilmu atau teori). Secara sederhana ontologi yakni mempersoalkan tentang yang ada atau tentang realitas (reality), dalam alam semesta ini, yang meliputi: alam (kosmos), manusia (antropos), dan Tuhan (Theos), sehingga dikenal disiplin ilmu yang sudah matang, seperti kosmologi, antropologi, dan theologi.
Selain itu, ontologi disebut juga filsafat Metafisika karena yang dipersoalkan di dalamnya termasuk juga realitas non-fisik atau yang berada diluar dunia fisik (beyond the physic), seperti hal-hal yang gaib dan masalah yang imaterial. Kajian ini pada era-era selanjutnya mengalami kemajuan, ditandai dengan munculnya teori-teori besar, seperti monisme, dualisme, materialisme, pluralisme, dan lain sebagainya.
Epistemologi terdiri dari kata episteme (pengetahuan), dan logos (ilmu). Epistemologi juga sering disebut sebagai filsafat pengetahuan (philosophy of knowledge). Dengan demikian epistemologi atau filsafat pengetahuan atau teori pengetahuan, yang mempersoalkan tentang kebenaran (truth) meliputi: dasar atau sumber pengetahuan (origin), luas pengetahuan, metode pengetahuan (method), dan kebenaran pengetahuan (validity).
Pembicaraan mengenai hakikat pengetahuan ini ada dua teori. Pertama idealisme yang bersifat subjectivisme, yakni kenyataan dunia yang dipersepsi. Filsuf yang pertama yang menjelaskan teori ini adalah Plato. Sementara itu, teori yang kedua disebut realisme yang bersifat objectivism, yaitu ada realitas yang bebas dari kesadaran. Tokoh filsuf dari teori ini adalah Aristoteles.
Dari kedua teori diatas, selanjutnya melahirkan alira-aliran atau metode-metode untuk memperoleh pengetahuan, seperti empirisme, rasionalisme, kritisme, dan positivisme. Akan tetapi, dalam ajaran agama wahyu, pengetahuan dapat diperoleh melalui wahyu. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindra dan akal bersifat relatif.
Aksiologi secara sederhana diartikan praksis dari pengetahuan, yang mempersoalkan tentang nilai-nilai kehidupan. Disebut juga sebagai filsafat nilai, yang meliputi: etika, estetika, dan religi. Etika adalah bagian filsafat aksiologi yang menilai perbuatan seseorang dari segi baik atau buruk.
Estetika adalah bagian filsafat yang menilai sesuatu dari segi indah atau tidak indah. Sementara religi merupakan sumber nilai yang berasal dari agama atau kepercayaan tertentu. Dengan demikian, sumber nilai bisa dari manusia (individu dan masyarakat) dan bisa dari agama atau kepercayaan.
Dari penjelasan ketiga pokok bahasan filsafat diatas, maka dapat disimpulkan apabila ontologi adalah filsafat mengenai yang ada, maka epistemologi adalah filsafat mengenai cara mengenali yang ada, dan aksiologi adalah bagian filsafat mengenai cara menilai yang ada itu. Ontologi disebut juga filsafat spekulatif, epistemologi disebut filsafat analitis, dan aksiologi disebut juga filsafat preskriptif. Demikian, Bersambung..