Pengantar Psikolinguistik Bahasa Arab. —Psikolinguistik tentang bahasa Arab sebenarnya menjadi salah satu disiplin ilmu yang sangat menarik. Salah satu buku yang menjadi rujukan dalam pembahasannya adalah buku “Psikolinguistik Kajian Teoritik” karya Abdul Chaer. Meskipun dalam hal ini buku tersebut tidak secara spesifik mengaitkan psikologi dengan bahasa Arab. Penulis buku tersebut, Abdul Chaer, adalah seorang tokoh ilmu bahasa representatif yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan segudang karyanya.
Hal paling utama yang mendapat perhatian dalam psikolinguistik bahasa Arab adalah soal posisi atau kedudukan. Bahasa Arab dalam hal ini mesti kita tempatkan sebagai bahasa yang dipelajari sehingga ia menjadi “bahasa kedua”. Bila konteksnya bahasa yang lain, bahasa Inggris misalnya, tentu bahasa tersebutlah yang kita sebut sebagai bahasa kedua.
Sebenarnya penyebutan masalah ini pun masih pada tingkat generalisasi. Mengapa demikian?, sebab bisa jadi pada faktanya bahasa Arab tidak menempati bahasa kedua. Hal tersebut hanya sekadar untuk memudahkan penyebutan dalam hierarki pembelajaran atau pemerolehan bahasa individu.
Persimpangan Bahasa
Pengantar Psikolinguistik Bahasa Arab. –Dewasa ini, mungkin juga beberapa tahun silam, banyak kasus seorang anak yang mendapati dalam keluarganya memakai lebih dari satu bahasa (multilingual). Seorang keluarga yang terdiri dari ayah keturunan Bandung dan istri keturunan Yogyakarta akan berdiskusi bahasa apa yang hendak diajarkan kepada anaknya. Lebih-lebih anaknya lahir di Jakarta, bukan di Yogyakarta atau di Bandung.
Baca juga: Kata Tunjuk dalam Bahasa Arab
Kebanyakan untuk menjembatani dan menghindari perselisihan bahasa, maka bahasa Indonesia menjadi opsi yang paling memungkinkan dan memudahkan. Sehingga bahasa pertama atau bahasa ibu pada sang anak adalah bahasa Indonesia tersebut.
Ayah ataupun Ibu dari sang anak bisa jadi tidak juga seutuhnya berkomunikasi memakai bahasa Indonesia di rumah. Bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Jawa dan bahasa Sunda, pasti digunakan juga meski dalam frekuensi yang tidak setinggi bahasa Indonesia yang mereka pakai. Iklim bahasa yang demikian sebenarnya secara tidak langsung juga memunculkan situasi transfer bahasa kedua dan ketiga kepada sang anak.
Persimpangan bahasa rupanya tidak hanya sampai di situ, biasanya lingkungan (dengan bahasa yang lain) pun turut memberikan pengaruh kepada bagaimana keluarga di atas berbahasa. Misalnya, ternyata bahasa yang dipakai oleh orang-orang di lingkungan sekitarnya adalah bahasa Betawi. Secara otomatis terjadi pula transfer bahasa pada semua elemen-elemen keluarga tersebut yang menjadikan bahasa Betawi adalah bahasa keempat dalam hierarki pemerolehan bahasanya.
Bila kita melihat urutan pemerolehan bahasa – bahasa di atas, maka sudah dapat kita ketahui pada urutan ke berapa bahasa Arab diperoleh atau diajarkan. Belum lagi soal “persengketaan” antara bahasa Arab dengan bahasa Inggris yang sering terjadi di bangku-bangku sekolah.
Oleh karena itu, secara ringkas dari bahasan di atas dalam artikel ini, kita menempatkan bahasa Arab sebagai bahasa kedua dengan bahasa ibu-nya adalah bahasa Indonesia. Adalah hal yang wajar bila rerata umum dari anak-anak kita mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa Arab.
Langkah Awal Mempelajari
Pengantar Psikolinguistik Bahasa Arab. –Hal yang membuat anak-anak familiar dengan bahasa Arab sejak dini sampai sekarang adalah budaya mereka yang selalu “diintervensi” untuk belajar al-Qur’an sejak masa kanak-kanak. Sehingga dari kasus yang terakhir ini rasanya kita patut mengakui keberadaan motif ideologis – religi dalam pembelajaran bahasa Arab tersebut.
Faktanya kita mesti mengakui, bahwa mayoritas pembelajaran bahasa yang aktif untuk berkomunikasi, baik itu lisan maupun tulisan, mulai diajarkan saat usia-usia sekolah. Itu pun masih bercampur dengan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pembelajarannya.
Abdul Chaer dengan mengutip Ellis mengatakan bahwa pembelajaran bahasa memiliki dua tipe. Pertama adalah tipe naturalistik atau pembelajaran bahasa alamiah yang dilakukan tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Pembelajaran bahasa model ini biasanya banyak terjadi di tengah masyarakat langsung.
Kedua adalah tipe pembelajaran formal yang biasanya dilaksanakan dalam ruang-ruang kelas pembelajaran. Pembelajaran model ini dapat direkayasa dengan sedemikian rupa. Piranti yang dipakai pun bermacam-macam mulai dari guru atau pengajarnya, materi dan alat-alat bantu pembelajaran lainnya.
Baca juga: 5 Strategi Maharah dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Semua paparan tentang bagaimana pemerolehan bahasa Arab sebagai bahasa kedua di atas sejatinya dapat diintegrasikan. Kita tidak harus memilih satu tipe atau model lalu meninggalkan yang lainnya. Misalnya saja seorang individu terlebih dahulu mempelajari bacaan al-Qur’an di saat masa kanak-kanaknya.
Kemudian berikutnya ia mulai dimasukkan ke sekolah atau madrasah untuk mempelajari bahasa Arab sesuai dengan kurikulum yang ada di sekolah. Kemudian pembelajaran itu dikuatkan di lingkungan tempat ia tinggal, seperti di rumah. Bila tidak memungkinkan maka orang tua dapat memilihkan lembaga-lembaga pendidikan seperti pondok pesantren yang dapat menyelenggarakan pemerolehan bahasa secara natural. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dapat berjalan lebih efektif dan efisien tanpa bertumbukan secara tajam dengan faktor-faktor penghambat yang lainnya.