Pernikahan vs Pelecehan

Dalam penelitian ini kami mengambil korpus dari selembar manuskrip yang bersumber dari naskah fikih yang merupakan koleksi dari website silahkan klik akan tetapi karena hilang beberapa halaman awal dan akhir, maka tidak ditemukan kolofon yang mengandung informasi tahun penulisan dan penulisnya. Naskah ini pada awalnya disimpan dari Teungku Muhammad Jurong Pande,Pidie. Sekarang, naskah ini menjadi koleksi Masykur berlokasi di Gampong Blang Glong, Bnadar Baru Pidie Jaya.

Tuhan telah menciptakan manusia untuk berperan sebagai khalifah di muka bumi. Akan tetapi manusia tidak bisa melakukan tugas tersebut seorang diri, maka Tuhan menciptakan manusia berpasangan untuk menjalankan misi. Seringkali manusia lupa bahwa mereka diciptakan untuk saling menyayangi bukan menyakiti. dan perempuan yang digambarkan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang indah, seringkali menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual. Kekerasan dan pelecehan seksual juga tidak memandang tempat, di ruang publik bahkan hingga tempat-tempat yang dianggap sakral. Kita sepakat bahwa pelaku kekerasan dan pelecehan seksual adalah “monster-monster” yang tanpa hati nurani begitu tega menggelapkan kebahagiaan dan masa depan perempuan-perempuan korban perilaku yang seyogyanya dilindungi, dan dikasihi.

Menikah Merupakan Solusi

Pernikahan dini memang bukan jalan terbaik untuk menyelesaikan solusi pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual, akan tetapi Keluarga seyogyanya menjadi garda terdepan dalam memberi dukungan moril dan materil terhadap korban.  Sifat terbuka yang membuat korban akan berani untuk melaporkan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual dan sebagai keluarga pun sejak dini menanamkan nilai-nilai terhadap anak, seperti edukasi tentang pranikah terhadap anak yang sudah baligh. Langkah kecil tersebut memiliki peran dan  dampak besar terhadap anak.

Kebanyakan masyarakat menganggap bahwa kesiapan seseorang dilihat dari segi fisiknya, tanpa melihat bagaimana kesiapan orang tersebut dalam membina rumah tangga. Dalam Undang-Undang Nomer 16 Tahun 2019 tentang perkawinan yang meningkatkan batas usia menikah. Banyak yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk menikah, karena apabila ketika akad sudah diucapkan maka segala tanggung jawab berpindah sudah. Kedewasaan dan kematangan seseorang akan berpengaruh dalam biduk rumah tangga pasangan. Akan tetapi perlu diingat bahwasanya usia saja tidak dapat menjamin kedewasaan seseorang, melainkan kepandaian mengatur emosi dan kebijakan dalam memutuskan perkara. Perkawinan yang belum memiliki usia matang maka akan menimbulkan beberapa resiko dari segi biologis maupun psikologis. Sebelum memutuskan untuk mengambil keputusan menikah, seseorang harus sudah lebih dulu mengetahui jati dirinya, mereka yang memutuskan menikah harus telah “selesai dengan dirinya”, harus selesai dengan masa lalunya, dan baru kemudian memutuskan melangkah bersama dengan pasangan dalam ikatan perkawinan.

Sebelum membentuk sebuah perkawinan, peran orang tua adalah memberi edukasi bagaimana perilaku anak sebelum memutuskan untuk menikah. Orang tua hendaknya memberi edukasi bagian apa yang tidak seharusnya disentuh oleh orang lain, pada usia tertentu anak boleh memahami pergaulan dengan lawan jenis lebih luas, batasan berhubungan seperti apa antara anak dengan lawan jenis, orang-orang yang bagaimana yang boleh dijadikan sebagai teman pergaulan,  dan apabila sudah beranjak dewasa alangkah bijaknya apabila orang tua tidak terlalu apatis dengan perkembangan dan pergaulan anak. Orang tua tetap memberi arahan dan nasehat serta selalu membuka telinga dengan berbagai cerita anak. Hingga setelah menikah pun orang tua harus selalu mengingatkan kepada anak apa hak dan kewajiban mereka menjadi pasangan suami istri Karena tidak sedikit orang yang sudah menikah memahami dan memperlakukan sebagaimana istrinya dimuliakan.

Hak Korban

Adanya perlindungan hukum yang berlaku di Indonesia untuk penanganan termuat dalam  undang-undang No.23 tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP. Karena kasus pelecehan seksual akan menimbulkan dampak negatif pada korbannya. Korban yang menjadi kekerasan dan pelecehan seksual beraneka ragam mulai dari anak-anak, remaja, perempuan karir, hingga anak rumahan. Pelaku kekerasan dan pelecehan seksual lebih sering berasal dari orang yang memiliki keterkaitan hubungan dengan korban, seperti ayah, pacar , sanak saudara, bahkan hingga teman seperkumpulan.

Menurut Chomaria (2014) yang seorang penulis dan pembicara parenting, mengungkapkan pelecehan seksual tidak hanya kontak fisik, namun juga non fisik serta verbal seperti menunjukkan alat kelamin atau memaksa korban untuk memperlihatkan alat kelaminnya, menunjukkan gambar yang berbau seksual, dan selain itu berupa perkataan, candaan, komentar dan ajakan yang membuat risih korban.

Di Amerika Serikat justru menunjukkan sesuatu yang mengejutkan. Andrew L.Sapiro dalam bukunya berjudul Amerika no.1 menyebutkan dalam kasus pemerkosaan kita paling tertinggi yaitu 114 per 100 ribu penduduk departemen AS sampai akhir 2006 menyebutkan bahwa 20% pemerkosaan adalah ayah kandungnya sendiri, 20% orang terdekat dengan korban, 51% orang dikenalnya, dan 4% Orang yang tidak dikenalnya.

Setiap Agama pasti mengajak dalam kebaikan, pada hal terkecil pun  sudah termaktub dalam norma dan etika yang berlaku pada masyarakat. Menikah berikut dengan ilmu-ilmu tentang perkawinannya, merupakan solusi terhadap pencegahan kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang marak terjadi ditengah masyarakat saat ini. Dan apabila telah terjadi pelecehan dan kekerasan seksual, maka salahkan perilaku induvidunya, bukan apapun yang melekat pada dirinya.

Related posts