Pilkada: Momentum Konsolidasi Demokrasi Lokal

banner 468x60

Salah satu pilar demokrasi adalah adanya Pemilihan Umum, dalam konteks ini adalah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang merupakan sarana untuk melakukan rotasi kekuasaan. Sistem pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung dan itu merupakan proses berdemokrasi. Pilkada pula sebagai sarana menguatkan konsolidasi demokrasi lokal di Indonesia, Setidaknya dengan Pilkada bertujuan untuk menciptakan penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efesien, baik derajat keterwakilan antara masyarakat dan kepala daerahnya dapat meningkat juga dapat tercipat pemerintahan daerah yang efektif dan efesien.

Konsolidasi demokrasi adalah ujung atau muara dari transisi demokrasi yang dicirikan oleh berfungsinya rezim politik baru hasil politik demokratis secara terlembaga. Konsolidasi dimulai ketika lembaga-lembaga dan tata pemerintahan yang baru sudah diorganisasikan dan mulai bekerja serta berinteraksi menurut aturan-aturan permainan yang baru pula. Menurut Alfred Stepan dalam Syamsudin Haris, mengatakan bahwa suatu demokrasi yang terkonsolidasi dapat diartikan sebagai sebuah rezim di mana demokrasi berlaku sebagai suatu kompleksitas dari sistem kelembagaan, aturan-aturan, dan pola pemberian insentif dan disentif.

Read More

Secara etimologi, konsolidasi serapan dari kata consolidation. Dalam Longman Dictionary of American English dijelaskan bahwa kata consolidation merupakan kata benda (noun) dari kata kerja (verb) consolidate, yang artinya membuat sesuatu lebih kuat dan dapat dipercaya. Maka consolidation dapat diartikan penguatan dan pematangan. Adapun secara terminologi, sebagaimana dijelaskan dalam International Encylopedia of Political Science, konsolidasi demokrasi adalah proses penegasan (the process of defining) dan pengukuhan (firmly establishing) karakter-karakter esensial demokrasi.

Penjelasan tersebut sejalan dengan uraian Larry Diamond dalam Developing Democracy Toward Consolidation, konsolidasi demokrasi diartikan sebagai proses pencapaian legitimasi yang luas dan kuat. Dengan demikian, semua aktor politik baik tingkat elit maupun massa percaya bahwa rezim demokrasi adalah paling benar dan paling tepat bagi masyarakat mereka. Karena demokrasi dianggap lebih baik daripada sistem alternatif lainnya.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disederhanakan bahwa konsolidasi demokrasi merupakan proses pematangan demokrasi. Baik dari sisi norma ataupun perilaku. Perbaikan keduanya sama-sama terjadi di warga masyarakat, baik dalam level elit, organisasi, ataupun massa. Juga konsolidasi demokrasi merupakan proses lanjutan transisi demokrasi. Bisa dikatakan konsolidasi demokrasi merupakan proses pematangan demokrasi sebagai sebuah sistem mengelola kehidupan. Oleh karenanya, penguatan demokrasi ini harus terjadi di level elit, organisasi, dan level massa dalam hal ini adalah masyarakat.

Untuk melancarkan agenda konsolidasi demokrasi, Diamond mengajukan beberapa agenda: (1) Memperluas akses warga negara terhadap sistem  dan membangun suatu rule of  law yang sesungguhnya; (2) Mengendalikan perkembangbiakan korupsi politik yang dapat meningkatkan sinisme dan pengasingan dari proses politik; (3) Penguatan pembuatan hukum dan kekuasaan investigatif badan legislatif sehingga menjadi badan yang profesional dan independen; (4) Desentralisasi kewenangan negara dan penguatan pemerintahan daerah, sehingga demokrasi dapat lebih responsif dan bermakna bagi seluruh warga negara di seluruh wilayah suatu negara: (5) Menciptakan partai-partai politik yang mampu memobilisasi dan merepresentasikan kepentingan yang berkembang di masyarakat: (6) Membangun kekuatan masyarakat sipil dan media independen yang dapat memelihara modal sosial, partisipasi warga, membatasi tetapi memperkuat kewenangan konstitusional dari negara; (7) Memperkenalkan, baik di dalam maupun di luar, sistem program pendidikan warga yang baru yang dapat menumbuhkan kemampuan untuk berpartisipasi guna meningkatkan toleransi, nalar, moderasi, dan kompromi, yang merupakan tanda dari kewargaan yang demokratis.

Juan Linz menyebutkan ada lima kondisi yang saling berkaitan dan saling menguatkan satu sama lain yang diperlukan agar demokrasi terkonsolidasi, yakni: (1) kondisi yang memungkinkan pengembangan masyarakat sipil yang bebas; (2) adanya masyarakat politik yang otonom; (3) kepatuhan dari seluruh pelaku politik utama, terutama dari para pejabat pemerintahan pada rule of law; (4) harus terdapat birokrasi negara yang  dapat dipergunakan oleh pemerintahan demokratik baru (usable bureau- cracy); (5) keharusan akan adanya masyarakat ekonomi yang terlembagakan.

Dalam kaitannya dengan pemilihan umum, Linz memasukkan pemilu dan aturan pemilu ke dalam ranah masyarakat politik (political society). Karena pada dasarnya bahwa kekuatan masyarakat sipil dapat menghancurkan rezim non-demokratik, tetapi untuk kepentingan konsolidasi demokrasi harus menyertakan masyarakat politik. Konsolidasi demokrasi mensyaratkan adanya peningkatan apresiasi warga negara atas lembaga inti dalam suatu masyarakat politik yang demokratis, yakni partai politik, legislatif, pemilu, aturan pemilu, kepemimpinan politik, dan koalisi antarpartai.

Pilkada merupakan implementasi dari sistem pemerintahan yang berdasarkan pada asas desentralisasi dan otonomi sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi. Selain itu, Pilkada juga merupakan sarana penguatan demokrasi lokal. Demokrasi lokal memuat hal yang mendasar yaitu keikutsertaan rakyat serta kesepakatan bersama untuk mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Dalam hal ini, demokrasi lokal dapat terwujud salah satunya dengan adanya Pilkada langsung sebagai proses pengembalian kedaulatan di tangan rakyat.

Pilkada langsung sebagai momentum demokratisasi tidak hanya menjadi ritual dalam suksesi kepemimpinan untuk meraih kekuasaan, akan tetapi pilkada langsung sebagai pembelajaran dan pendidikan politik terhadap masyarakat akar rumput (grass root). Sehingga nantinya diharapkan proses demokratisasi tidak mengalami hambatan yang berarti. Idealnya demokratisasi tidak sekadar menjadi kelengkapan administratif dalam sistem kenegaraan, akan tetapi demokratisasi menjadi pilar dan roh yang kokoh dalam setiap peralihan kepemimpinan-kekuasaan.

Adapun aktor-aktor utama dalam sistem Pilkada secara langsung yaitu, civil society, partai politik, dan juga calon kepala daerah. Karena konsolidasi demokrasi tidak mungkin tanpa civil society yang kuat dan mandiri serta partai-partai yang representatif. Walaupun civil society dapat menginisiasi transisi demokrasi, akan tetapi hanya dengan bantuan partai-partai politik lah mereka dapat melembagakan proses politik yang demokratis. Juga calon kepala daerah yang direkomendasikan melalui partai politik pun, selain populis juga berintegritas.

Peran fundamental lainnya dalam kontestasi Pilkada guna terwujudnya konsolidasi demokrasi lokal adalah Pers dan Media. Pers dan Media merupakan kekuatan dan pilar demokrasi untuk memastikan penyelenggaraan pilar demokrasi lokal berjalan dengan damai. Pers yang bersifat independen dan mandiri sebagai prinsip utama penyelenggaraan Pilkada.

Related posts