Kasus penusukan Syaikh Ali Jaber di Bandar Lampung menyita perhatian yang cukup banyak dari khalayak ramai. Entah sudah berapa ribu kutukan dan kecaman yang dialamatkan pada si pelaku. Kejadian itu terdokumentasi dalam video amatir yang tersebar secara luas di platform-platform media sosial, begitu juga di media-media mainstream. Sulit bagi orang untuk tidak mengetahui kejadian yang sangat miris tersebut.
Kasus kekerasan terhadap tokoh agama mulai ramai beberapa tahun terakhir. Tentu banyak artefak-artefak digital yang menjelaskan itu semua. Ditinjau dari segi wilayahnya, kejadian itu tidak hanya berpusat di satu wilayah saja. Tetapi terjadi pada wilayah-wilayah yang cukup beragam. Artinya tidak hanya terpusat di Jawa Barat atau Jawa Tengah semata, namun di beberapa wilayah lain juga tidak luput dengan kejadian yang demikian seperti Jakarta dan sekarang Lampung. Kebanyakan tokoh agama yang mendapat perlakuan tersebut adalah dari kalangan agama Islam.
Anehnya hampir semua pelaku yang melakukan tindak kekerasan tersebut setelahnya dinyatakan mengalami gangguan kejiwaan. Masyarakat tentu tidak sedikit yang heran dan bertanya-tanya bahkan sampai pada maqam curiga serta semakin penasaran adakah memang kejadiannya demikian?. Untuk kasus terakhir yang menimpa Syaikh Ali Jaber beredar foto pelaku yang sempat mengunggah foto dirinya sedang makan bakso. Di mana tafsir yang beredar di tengah masyarakat semakin tegas mempertanyakan adakah benar pelaku tersebut mengalami gangguan kejiwaan sebagaimana yang disampaikan oleh pihak berwajib.
Bukan (hanya) Persoalan Agama, Bukan juga Persoalan Politik
Ada banyak tanggapan dan analisis terhadap kasus penusukan Syaikh Ali Jaber ini. mulai dari lembaga professional sampai orang-orang yang suka nongkrong-nongkorng ngerumpi di kedai-kedai pinggir jalan. Bagi yang mendekatinya dengan pandangan keagamaan tentu ini rawan memantik pertanyaan dan menstigma betapa lemahnya pengawasan dan perlindungan negara terhadap tokoh agama. Bahkan tidak jarang yang mengaitkannya dengan paham radikalisme.
Adapun bagi mereka yang mendekati secara politik, opini yang muncul adalah betapa beberapa kelompok menggunakan ini sebagai pengalihan isu. Kasus Syaikh Ali Jaber sengaja dibuat dan dihebohkan agar isu utama yang sedang hadir di negeri ini bisa tertutupi. Bahkan beberapa kelompok kerap menuntut negara dan menyatakan bahwa kasus tersebut adalah dosa yang negara harus bertanggungjawab atasnya.
Baik itu pendekatan politik maupun pendekatan agama, keduanya sah-sah saja untuk berpendapat atau bahkan berspekulasi. Tapi faktanya adalah ada salah satu tokoh agama yang terluka karena tindakan penusukan benda tajam yang diarahkan kepadanya di muka umum. Ini jelas-jelas menodai wajah kemanusiaan di negeri ini. Peristiwa ini jelas-jelas meremukkan tubuh kemanusiaan yang saat ini sedang getol dibangun dan dikampanyekan di negeri ini. Karenanya sebelum lari ke ekuilibrasi politik atau agama, penulis memandang dan menempatkan terlebih dahulu peristiwa ini sebagai tragedi kemanusiaan.
Di mana dampak buruk dari tragedi ini bisa menjalar ke beberapa segmen sosial. Dari sisi segmen agama peristiwa ini bisa memantik percikan api yang memunculkan asap dalam hubungan bilateral agama dengan pemerintah. Dari segi politik tragedi ini bisa memunculkan bahan baru untuk dibawa ke “penggorengan” yang dihidangkan sebagai menu perusak reputasi pemerintah.
Langkah yang paling dekat dan paling memungkinkan untuk mengatasi kegaduhan bahkan keresahan dari kasus ini adalah penegakan hukum. Bila aparat hukum mampu mengungkap secara jujur dan rasional terhadap kasus-kasus atau tragedi tersebut maka segmen-segmen sosial dengan sendirinya akan terselamatkan. Namun bila penegak hukum memunculkan citra yang kurang maksimal atau bahkan terkesan irasional dalam penanganannya maka ketidakpercayaan masyarakat akan semakin mengendap dalam benak kegeraman umum.
Tempatkan (Lebih Dahulu) dalam Ruang Kemanusiaan
Mari tempatkan terlebih dahulu kasus Syaikh Ali Jaber dalam ruang kemanusiaan yang harus segera diselesaikan oleh petugas hukum yang berwajib. Tidak membawanya dalam kehebohan politik apalagi kehebohan agama. Sebab peristiwa ini adalah musibah yang bukan tempatnya untuk dihebohkan namun tragedi yang harus direnungkan secara mendalam dan jujur.
Beberapa laman media memberitakan bahwa tidak sedikit orang-orang yang memberikan doa dan turut berduka atas peristiwa tersebut pada Syaikh Ali Jaber. Mulai dari rakyat biasa, anggota pengajian sampai beberapa pejabat pemerintahan setingkat Menteri. Setidaknya itu memunculkan kesan komunikasi public yang baik dan waras, semoga ini memang bagian dari perbaikan atensi pemerintah dalam merawat hubungan hangat antara pemerintah dan ulama.
Penulis sendiri tidak menyangka bila sosok ulama dengan wajah dan karakter Timur Tengah ini akan mendapat atensi public yang begitu banyak. Bahkan sampai pada atensi dari pemerintah yang datang menjenguk beliau. Tangan kanan Syaikh Ali Jaber yang berdarah akibat tusukan beserta rasa sakitnya saya yakin adalah representasi dari batin umat yang juga turut merasakan sakit. Namun mari kita tempatkan segala persoalan kepada ruang dan koridornya masing-masing. Sampai tulisan ini dibuat, penulis terus berdoa semoga keadaan Syaikh Ali Jaber lekas membaik, aamiin.