Historis tentang Pilkada
Pelaksanaan pesta demokrasi melalui pemilihan umum, dalam hal ini Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) yang dilakukan secara langsung merupakan salah satu perwujudan demokrasi prosedural dalam rangka menciptakan pemerintahan yang demokratis. Demokrasi prosedural menurut Joseph Schumpeter, merupakan sebuah sistem yang menekankan kepada proses pemilihan umum, untuk membuat keputusan-keputsan politik dimana individu-individu mendapatkan kekuasaan untuk bertarung secara kompetitif dalam memperebutkan suara rakyat.
Pilkada menurut ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah dipilih secara langsung dan demokratis”. Dahulu dalam penerapannya, proses Pilkada dilakukan melalui pemilihan yang dilakukan di tingkat DPRD. Namun berdasarkan pengalaman buruk proses Pilkada yang dilakukan oleh DPRD, terjadi perubahan konseptual pemilihan secara langsung dari konstitusi demokrasi perwakilan menuju demokrasi langsung.
Ciri utama model pemilihan kepala daerah secara langsung yang juga merupakan keunggulan dari sistem sebelumnya adalah terletak pada pergeseran pola pemilihan, dari model elite vote menjadi ke model popular vote. Hal ini merubah medan permainan politik yang sebelumnya di ruang tertutup elit politik menjadi ruang publik secara terbuka. Juga diharapkan dengan Pilkada yang dilaksanakan secara langsung ini dapat menghasilkan kepala daerah yang memiliki akuntabilitas yang lebih tinggi kepada rakyatnya.
Menariknya, dengan sistem Pilkada secara langsung ini memberikan kesempatan kepada siapapun yang memiliki kapasitas dan popularitas untuk mencalonkan diri menjadi bakal calon kepala daerah. Sehingga belakangan banyak tokoh-tokoh baru non partai politik tampil menjadi kepala daerah dengan latar belakang yang berbeda-beda, tidak hanya berasal dari kader partai politik semata.
Walaupun memungkinkan perseorangan dapat bertarung secara langsung di Pilkada, namun hal tersebut tidak begitu saja mampu mengesampingkan posisi dan peran partai politik dalam menentukan para calon kepala daerah yang akan diusung dan dicalonkan untuk bertarung langsung.
Pilkada langsung
Secara historis, Pilkada secara langsung sendiri dilaksanakan sejak Juni 2005. Pelaksanaan Pilkada langsung tersebut tidak terlepas dari keberhasilan menyelenggarakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung pada tahun 2004. Juga Pemilihan kepala daerah secara langsung tidak lepas dari proses desentralisasi dengan disahkannya UU No. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi atas UU No. 22 Tahun 1999 mengenai subtansi yang sama.
Pada tahapan ini, semangat dan cita-cita yang diharapkan adalah sebagai upaya untuk memperbaiki kehidupan demokrasi setelah pergantian rezim Orde Baru ke Reformasi. Selain itu juga, dengan desentralisasi dapat terwujudnya pembangunan daerah di Indonesia yang lebih baik, yaitu dengan memberikan keleluasaan penuh di berbagai daerah untuk membangun dan memperbaiki kualitas baik sumber daya manusia yang ada maupun sektor riil pembangunan. Di samping itu, proses ini merupakan angin segar masyarakat untuk ikut aktif dalam proses pembangunan daerah dan demokrasi lokal yang ada.
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung memunculkan optimisme dan juga pesimisme demokrasi di kalang masyarakat itu sendiri. Adapun sikap pesimisme tersebut diantaranya menurut Mahmud MD mengenai pertimbangan biaya pemilihan yang cukup besar juga disintegratif daerah yang disebabkan primordialisme sikap pemilih kepala daerah berdasarkan asal suku atau daerah yang sama. Juga memungkinkan akan melahirkan pemimpin yang populis di masyarakat tetapi tidak berkualitas, serta berpotensi munculnya arogansi dari kepala daerah karena sulit dimakzulkan.
Adapun sikap optimisme terlihat dari kalangan masyarakat yang menyambut Pilkada secara langsung berbeda dari sebelum-sebelumnya. Dimana rekrutmen bakal calon kepala dan wakil kepala daerah sebelumnya diatur oleh elit politik tingkat atas, sehingga pejabat yang terpilih lebih berorientasi elit politik dan birokrasi tingkat atas. Dengan sistem Pilkada secara langsung ini tidak ada pilihan lain bagi pejabat yang hendak mencalonkan ataupun yang terpilih harus memperhatikan aspirasi dan tuntutan masyarakat. Karena jika tidak, maka bisa jadi dia tidak akan mendapatkan simpati dari masyarakat dan memungkinkan tidak terpilihnya dia di ajang pemilihan berikutnya. Tentu itu akan merugikan karis politik yang bersangkutan. Dari itu, dengan Pilkada secara langsung ini setidaknya membawa angin segar bagi masyarakat dan juga proses pendewasaan dalam berdemokrasi secara terbuka dan transparan.
Belajar Bahasa Arab Asyik Klik Disini