Pancasila berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang digali dari bumi Indonesia sendiri, artinya digali dan diambil dari kekayaan, rohani, moral dan budaya masyarakat dan bangsa Indonesia. Pancasila dikenal sebagai Ideologi terbuka dalam arti bahwa Pancasila sebagai Ideologi yang mampu mengikuti perkembangan jaman serta dinamis, dan merupakan sistem pemikiran terbuka serta merupakan hasil konsensus masyarakat itu sendiri, oleh karena itulah Pancasila juga merupakan dasar negara yang sudah barang tentu harus terwujud dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Kaelan, Pancasila Sebagai Ideologi berasal dari kata bahasa Yunani yaitu Kata ‘idea’ atau ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’. Dan ditemukan kata lain yakni ‘idein’ yang berarti ‘melihat’. Dengan demikian secara harafiah ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’ disamakan dengan cita-cita, yakni cita-cita yang bersifat tetap, yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
Pancasila sendiri merupakan konsensus politik yang sangat menakjubkan, disusun oleh para pendiri negara yang mampu menampung semua kepentingan yang ada kedalam ideologi Pancasila, dan yang luar biasa yaitu mengambil jalan tengah antara dua pilihan ekstrim yakni negara sekuler dan negara agama. Dasar negara yang telah ditetapkan itu merupakan pilihan yang sesuai dengan karakter bangsa dan menyesuikan dengan adat istiadat serta budaya yang akhirnya menjadi negara yang berkarakter religius dan harmonis.
Menurut As’ad Said Ali, betapa hebatnya para pendiri republik ini, betapa tidak, mereka telah memberi landasan yang kokoh bagi suatu bangsa besar yang multi etnik multi agama, ribuan pulau, dan kaya sumberdaya alam (yang menjadi daya tarik asing untuk campur tangan dan ingin menguasai bangsa ini. Maka dari itu, Pancasila adalah titik pertemuan atau nukthatul liqo yang lahir dari suatu kesadaran bersama pada saat krisis. Kesadaran tersebut muncul dari kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang lebih besar membentuk bangsa yang besar. Pancasila adalah suatu konsensus dasar yang menjadi syarat utama terwujudnya bangsa yang demokratis.
Melihat dari sudut pandang sejarah tentang rumusan Pancasila yang kita kenal sampai sekarang ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba apalagi kebetulan, akan tetapi dari hasil pemikiran yang mendalam dan tidak terlepas dari persiapan kemerdekaan yang dilakukan oleh BPUPKI yang dibentuk oleh pendudukan Jepang sebagai siasat untuk meyakinkan kembali rakyat Indonesia terhadap Jepang, BPUPKI dalam sidang pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membahas rumusan dasar negara pada akhirnya ditetapkanlah Pancasila sebagai pondasi negara, bukan sekedar pilar tetapi merupakan dasar bangunan yang menentukan bentuk dan wujud bangunan itu sendiri. Hal ini juga tampak jelas dari pidato Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat pada pembukaan sidangdengan mengajukan pertanyaan kepada anggota yakni “Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini “? Mencari jawaban inilah kemudian beberapa tokoh menyampaikan gagasannya dalam sidang tersebut diantara lain:
Moh. Yamin dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945 mengemukakan 5 (lima) dasar negara Indonesia yakni: – Peri Kebangsaan; – Peri Kemanusiaan; – Peri Ke-Tuhanan; – Peri Kerakyatan; – Kesejahteraan Rakyat. Namun pada akhir pidatonya Moh, Yamin secara tertulis menyampaikan gagasannya tersebut yang rumusan kalimatnya agak berbeda sebagai berikut: 1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa; 2. Kebangsaan Persatuan Indonesia; 3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia, dilanjutkan oleh pidato kedua oleh Prof. Dr. Supomo pada tanggal 31 Mei 1945 mengusulkan dasar negara sebagai berikut: – Persatuan; – Kekeluargaan; – Keseimbangan lahir dan batin; – Musyawarah; – Keadilan rakyat.
Kemudian barulah pidato ketiga oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan lima hal yang menjadi dasar negara merdeka, yaitu: – Kebangsaan Indonesia; – Internasionalisme atau kemanusiaan; – Mufakat atau demokrasi; – Kesejahteraan sosial; – Ketuhanan yang berkebudayaan. Pendapat dari tiga tokoh tersebut kemudian dibahas oleh panitia sembilan pada tanggal 22 Juli 1945 yang pada akhirnya menghasilkan rumusan yang memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan dibentuknya negara Indonesia Merdeka yang terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Tepatnya pada tanggal 10 – 17 Juli BPUPKI mengadakan sidang kedua, dalam sidang kedua ini BPUPKI menerima laporan dari Panitia Sembilan tentang isi Piagam Jakarta, serta membahas Rancangan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, sekaligus pada saat itu tugas BPUPKI dianggap selesai dan dibubarkan.
Tugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia kemudian diserahkan kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus setelah terjadi perdebatan yang sangat berat akhirnya dicapai kesepakatan dengan merubah Piagam Jakarta menjadi Pembukaan UUD 1945 dengan rumusan Pancasila sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
As’ad Said Ali menambahkan, pada era reformasi Pancasila dipersoalkan oleh sejumlah anak bangsa. Saat terjadi krisis yang mengakibatkan keterpurukan di hampir semua bidang kehidupan, Pancasila dijadikan kambing hitam. Menurut mereka hanya liberalisme dan kapitalisme yang terbukti memenangkan pertarungan ideologi dunia bisa menyelamatkan Indonesia. Bahkan, ada salah seorang tokoh yang terang-terangan menyatakan diri “Aku seorang neoliberalis“. Sementera yang lain berani mengatakan, “tinggalkan Pancasila, ikutlah neolib”. Dengan kenyataan ini Pemerintah harus lebih waspada terhadap organisasi kemasyarakatan maupun perorangan yang melakukan aktivitas-aktivitas yang secara langsung maupun tidak langsung dapat merongrong kewibawaan Pancasila. Penanaman terhadap nilai-nilai Pancasila harus dimulai sejak dini dan melalui segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menempatkan Pancasila di Era Pasca Reformasi
Mahfud MD mengemukakan pendapatnya, Pancasila sebagai dasar sekaligus ideologi negara, maka Pancasila bagi bangsa Indonesia sudah tidak bisa ditawar lagi. Pendapat serupa diungkapkan oleh Anis Ibrahim bahwa Pancasila yang telah diumumkan di dalam Pembukaan Undang Dasar 1945 adalah modus vivendi (kesepakatan luhur) bangsa indonesia. Pancasila sangat cocok dengan realitas bangsa Indonesia dengan berbagai kepentingan yang semula mungkin saling bertentangan secara diametral.
Pancasila sebagai dasar negara pada hakekatnya adalah sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Sebagai dasar negara, ideologi bangsa, dan negara, perekat bangsa, pancasila harus selalu dipertahankan dan ditanamkan kepada seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai benteng dan pegangan dalam kehidupan bangsa dan bernegara saat ini dan dimasa akan datang. Walaupun pada realitanya, pada masa reformasi sekarang ini nilai-nilai Pancasila masih dipertanyakan pengamalannya terutama pada sila kelima yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’, dimana keadilan dan kesejahteraan rakyat masih kurang diperhatikan dan banyak kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat yang tidak peduli dengan kondisi rakyatnya, sehingga mencoreng nilia-nilai suci Pancasila yang susah payah disusun dan disepakati oleh para pendiri bangsa pada awal pembentukan dasar negara Indonesia ini. Dan Upaya untuk menyisihkan Pancasila masih terus berlanjut oleh organisasi ataupun pergerakan yang anti dengan ideologi Pancasila.
Maka dari itu, Pancasila harus selalu dipertahankan dan ditanamkan kepada seluruh rakyat Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie, memang sejak reformasi banyak orang terutama generasi muda yang salah sangka mengenai relevansi Pancasila dimasa kini apalagi mendatang. Anggapan demikian jelas keliru, yang banyak dikeluhkan orang dari masa lalu adalah tindakan penyalahgunaan Pancasila itu untuk kepentingan kekuasaan, bukan eksistensi Pancasila itu sendiri sebagai falsafah hidup dan cermin impian bersama seluruh anak bangsa tentang hidup berbangsa dan bernegara yang kita idealkan bersama.